Cinta Padang Rembulan

Seluit jingga menghiasi bibir langit, tak ada warna lain yang mencampur keindahannya atau hitammnya mendung, seakan malu akan keindahan cahaya senja langit.
Malam merambat menggantikan keindahan sang jingga. Hening menjamah, tak ada suara kecuali angin dan serangga malam yang kian menambah kesepian. Tempat itu memang tidak terlalu tinggi, namun itu sudah cukup bagiku untuk merasa puas akan sajian dan nyanyian senja yang aku nikmati. Kakiku melangkah meniti jalan setapak menuju rumahku, sawah yang masih tampak hijau ditempah cahaya yang makin menghilang. Yah... kisah itu masih terpahat jelas dalam ingatanku, kupandangi kesemuanya dari balik jendela taxi.
Hari ini aku ingain melepas semua kerinduan yang aku rasakan selama berada di negeri rantau. Suasana seperti ini sungguh tak aku temukan dan aku rasakan saat berada di negeri orang. Tiba-tiba ingatan itu kembali muncul, memori 4 tahun silam saat aku memberi tahukan kepadamu dindaku kalau aku harus berangkat ke kairo. Masih sangat jelas dimana saat aku bercerita untuk menghiburmu sambil berjalan meniti pinggiran sawah itu, aku tahu kamu tak akan terhibur malah akan semakin memperberatmu untuk mengikhlaskanku mencari jati diriku. Dan mesjid itu… ah… didepan mesjid itu untuk pertama kalinya aku melihatmu dengan jilbab putih membawa tas ransel yang lumayan berat, aku ingat saat aku menawararkan jasa untuk membantumu membawakan tas ransel itu. Meski sebenarnya tas itu cukup berat namun aku laki-laki, aku akan merasa malu saat terlihat lemah dihadapan seorang perempuan, hal itu yang aku pahami dari sekian banyak film roman yang aku lihat, bahwa seorang laki-laki harus terlihat perkasa di hadapan wanita. Kalo nggak bagaimana mungkin bisa melindunginya sedang menurut ilmu teori, bahwa wanita perlu tempat untuk berlindung(ngomong ngelantur neh...)
Kusempatkan diriku menelponmu dari wartel yang jauhnya hampir 1 Km dari arah rumahku dengan menggunakan transportasi kaki. Itu adalah malam terakhirku. Sekedar berpamitan, Dengan harapan bahwa kamu bisa mengihlaskan diriku untuk mencari kehidupanku, aku tidak ingin mendengarmu menagis malam ini, aku tidak ingin medengarmu merayu dan memelas kepadaku supaya aku membatalkan rencana keberangkatanku. Aku ingin kau tersenyum ceria, seperti senyum saat kita lalui waktu-waktu indah kemarin. Aku ingin kamu menyemangatiku. Meski kamu merasa berat tapi justru bagiku perasaan berat itu ternyata lebih berat dari yang aku bayangkan.
Setelah empat tahun.
Aku turun dari taxi, membawa beberapa barang-barangku selama di kairo, mulai dari buku sampai kurma. Kulangkahkan kaki mendekati rumah sederhana itu, tak ada yang terlalu berubah, kecuali tumbuhan yang kemarin aku tinggalkan masih kecil dan sekarang sudah tumbuh menjadi pohon.
Aku melangkah masuk, tak ada suara senja ini. Tak ada suara ibu memanggil anaknya yang masih asik bermain dan menyuruhnya segera kembali kerumah. Tak ada pula sang ayah yang berjalan dengan gagah sehabis mencarikan sesuap nasi. ah.. kemana semua orang-orang rumah? Kemana Ahmad adikku yang kecil yang masih berumur 2 tahun saat aku tinggalkan, pasti dia sudah besar. Kemana ka’Azizah kakaku yang tercinta yang selalu memberiku semangat untuk tetap melanjutkan studi. Kemarin sebelum aku merangkat ke kairo aku pernah befikir untuk berhenti sekolah. Aku ingin membantu ibu yang bekerja sendiri, aku kasihan kepadanya. Sedangkan ayah sakit, ka’Azizah sendiri mengurus ahmad dan ayah saat ibu meninggalkan kami untuk bekerja sebagai tukang cuci keliling. Tak terasa kristal bening hangat mengalir turun kepipiku. Kuseka dengan telapak tangan. Sekarang aku datang bukan Cuma sebagai anak tapi juga sebagai pelindung dan tulang punggung keluargaku. Titel ‘Lc’ itu kini telah melekat, aku ingin mempersembahkan gelar ‘Lc’ itu untuk kedua orang tuaku, ka’Azizah dan adikku Ahmad.
Kuletakkan barang diteras depan, aku melangkah masuk, cahaya hanya berasal dari beberapa lampu minyak dari empat sudut ruangan. Ya... aku ingat lagi cerita ayah bahwa salah satu dari keempat lampu itu merupakan saksi kelahiranku kedunia. "Hem... benar benar tidak ada yang berubah", ucapku membatin.
‘Assalamu alaikum" aku mengucapkan salam
Kuulangi sekali lagi salam itu sambil mengetuk pintu yang terbuka lebar, aku tidak ingin langsung masuk rumah. Seorang gadis manis dengan kerudung putih melangkah keluar.
‘walaikum salam’ jawabnya.(BERSAMBUNG)
Aduh ini dah cape’ banget bro!! Lanjutnya lain kali aja. Ngantuk........:D

0 Komentar: