Seorang Karyawan

Entah berapa lama gue nggak nge-update blog ini. Ibarat rumah, debunya udah selutut yang hanya berpenghuni sarang laba-laba, cicak, tokek dan nyamuk. Tapi gue dah konsisten, gue udah mau mulai aktif lagi buat ngisi blog usang ini, meski ceritanya hanya sekitaran kehidupan gue, dan kerjaan gue. Kalo cinta? Entah, kalo dapet yah di ceritain, kalo nggak yah berarti nggak ada. He he he

Jadi karyawan bank memang rada-rada susah tapi agak gampang juga. Nah loh maksudnya ape? Maksud gue tuh, kalo lagi susah yah susah banget, kalo lagi gampang yah gampang bangetttt... sekarang ini udah masuk bulan ke 8 dari pertama gue resmi masuk. Suka dan dukaaaa (sengaja gue panjangin huruf A nya, karena dukanya lebih banyak dari pada sukanya.. ) gue jabanin, jalanin dan rasakan. Meski tidak ikhlas, yah dipaksa-paksaain aja. Meski tak senang hati, yah di senangin-senangin seperti senangnya menerima gaji pertama yang dirapel 3 bulan dan menyisakan utang sebesar gunung.

Dari rekomendasi kakak sepupu gue akhirnya gue ikutan daftar waktu itu. Meski waktu itu gue lagi kerja di Makasar, dan harus izin pura-pura ada acara keluarga biar bisa bolos kerja dari travel agent tempat gue nyari duit, akhirnya gue nyampe juga di kota gue, tempat kantor cabang baru yang akan menjadi tempat gue melamar pekerjaan.

Singkat cerita gue jadi pelamar terakhir, pelamar satu-satunya yang berasal dari jurusan agama dan menjadi pelamat satu-satunya yang diberi tugas untuk full memasarkan produk kantor tentang talangan biaya setoran awal calon jemaah haji. Bukan karena gue emang udah pernah naik haji, tapi karena tampang gue lebih lugu dan bisa lebih dipercaya untuk memasarkan hal-hal yang berbau agama, tapi kenyataannya sampai sekarang gue tak kunjung mendapatkan satupun nasabah yang ingin mengikuti paket talangan haji tersebut, absurt.

Jadi insan mikro memang penuh dengan berbagai karakter calon nasabah. Yah itu dikarenakan kita gaulnya ditempat rame2 banget (baca’pasar)karakter nasabah memang bermacam-macam seperti bermacamnya jualan yang ada di pasar tradisional. Awal kerja gue selalu pesimis dengan target yang diberikan ke gue. 250 juta target per-bulan, 1.5 miliiar per-satu tahun setengah. Gue mikir, dimana bisa dapat orang yang ingin kredit sekarang ini sebanyak itu? Pasti sudah diembat sama bank lain yang lebih dulu ekspansi di kota ini yang merupakan pemain tunggal dan pertama untuk kredit usaha kecil. Dan gue yang nggak punya sama sekali pengalaman marketing (kecuali gue pernah jualan obat kuat dan perkasa untuk pria dewasa), gue harus menghadapi itu semua dengan semangat dan pesimis yang sudah hampir kering. Ironis memang melihat kondisi gue waktu itu, gue yang aslinya tertutup, jarang keluar rumah dan nggak punya banyak kenalan, harus dituntut dan ditekan sedemikian berat.

Sehari kerja, gue langsung di suruh ikutan training di salah satu hotel bintang sedikit dimakasar selama seminggu. Bukannya dateng banyak nimba ilmu, gue Cuma dateng nambah berat badan, abis makannya 3 kali, snack 2 kali dan kerjanya duduk, dengar, diam dan hasilnya, DONGO. Pulang dari pelatihan gue dikagetkan dengan kebingungan gue menghadapi kerjaan yang nggak tau gue harus mulai dari mana. Seminggu awal gue kerja, gue hanya banyak minta saran sama temen senior, orang di rumah, dan tukang ojek yang sering mangkal di depan rumah. Dan hasilnya sama aja, gue harus punya berbagai hal seperti berikut.

1. gue harus bermuka tebal.

Kenapa? Karena jadi marketing itu kadang memang harus merasa profesional meski kelihatannya memalukan. Contoh konkrit, tampilan gue udah mecing, sepatu mengkilat, dan baju celana licin disetrika. Yang menyedihkan adalah gue harus masuk ke penjualan ikan, yang becek, bau, dan bising untuk survey nasabah. Setelah keluar dandanan gue yang mirip Cristian Sugiono pas sebelum masuk pasar, berubah menjadi amburadul dan menyedihkan saat keluar. Dengan muka tebal dan menahan malu gue lewat depan kios penjual baju dengan dandanan pegawai bank tapi bau seperti ikan hiu, AMIS...

2. to be continue

0 Komentar: