Bus berjalan lambat meninggalkan penumpang yang belum sempat naik. Ah apes deh bus-nya lewat lagi. Sedangkan teman-teman mahasiswa yang kebetulan se-nasib dengan-ku mencari tempat untuk sekedar istirahat sambil menunggu bus delapan puluh coret selanjutnya. Biasanya bus tersebut akan datang sejam kemudian, dalam artian yah masih nunggu lagi deh sejam atau sedikit lebih.

Sebenarnya untuk pulang ke rumah tidak mesti mengendarai bus delapan puluh coret. Masih ada bus yang bisa di kendarai, seperti; 3 jim atau 24 jim. Tapi kedua bus tersebut Mahattah(halte bus)-nya tidak sampai di asyir kawasan apartemnku. Jadi jalan satu satunya kalau mau hemat yah dengan delapan puluh coret.

Selama sejam aku menunggu, ternyata jumlah calon penumpang terus bertambah. Dan tentu saja bukan cuma orang Indonesia saja yang menunggu bus yang tak pernah kosong tersebut (kecuali kalau lagi nggak ada penumpang loh?), tapi dari berbagai negara juga. Ada yang dari tetangga negara kita seperti Malaysia, Berunai, Thailan dan Singapure, bahkan dari Juzul qamar, Afrika, Prancis, pokoknya mungkin bus ini yang paling banyak turisnya he. Semuanya mengendarai bus tersebut, bukan karena apanya, yah karena bus tersebut di samping memang rutenya ke daerah pemukiman para mahasiswa dari benua Asia, Afrika, Amerika dan Eropa, juga ternyata sangat murah di banding kalau harus mengendarai taksi. Cukup hanya 50 piester atau sekitar 700 rupiah, tapi tentu saja dengan syarat kalo tidak dapat tempat duduk harus berdiri plus berdesakan dengan ikhlas.

Bus tersebut kembali datang, dari kejauhan terlihat jumlah penumpang yang akan turun lumayan banyak juga. Ada mahasiswa yang kuliah sore atau masyarakat Mesir yang kebetulan ingin jalan-jalan ke pasar Husen. Bus berhenti di Mahattah (halte) aku berdiri menunggunya sejam. Bus tersebut berkapasitas sekitar 100 orang (itu juga sudah berdiri). Tapi jumlah calon penumpang yang akan naik kali ini, ternyata melebihi, bahkan sekitar 3 kali lipat dari jumlah maksimal penumpang yang bisa di muat oleh bus malang itu.

Berlari mengejar, berebutan naik bukanlah pemandangan yang baru bagi masyarakat Mesir sekitarnya. Bus berhenti, penumpang yang datang bersiap di pintu depan untuk turun, tapi sopirnya belum membuka pintu. Yah aku tahu, tentu saja dia menunggu para calon penumpang yang berminat naik dari pintu depan pergi, sehinga penumpang bisa leluasa turun.

Setelah semua penumpang yang tadi berniat naik dari pintu depan pergi dan beralih pintu kebelakang, si sopir bus kemudian membuka pintu tersebut. Penumpang pun turun dengan tertib, sedangkan pintu belakang? He he he kalo pintu belakang, lagi ada perjuangan dan peperangan! Loh kok bisa? Iya coba aja bayangin sendiri, jumlah 300 mahasiswa dari berbagai negara (itu mungkin baru 3% dari jumlah mahasiswa asing di Al-Azhar) berebut untuk naik dari satu pintu bus. Tentu saja pemandangannya lain dari yang lain, sikut, tarik, injak, atau mungkin aja ada yang secara sembunyi menjitak kepala temannya sendiri (ini nih tempat yang tepat untuk balas dendam).

Sedangkan aku? Aku seh masih berdiri mematung melihat aksi saling gencet naik bus tersebut. Baru beberapa orang yang turun dari pintu depan. Sebagian yang melihat pintu tersebut terbuka, kemudian berlari pindah ke pintu depan, tentu saja dia ingin berjuang dari pintu depan. Jadinya, macet terjadi di pintu depan, sedangkan gencet-gencet-tan terjadi di pintu belakang (pemandangan yang cukup unik). Akhirnya terjadi pertengkaran mulut antar penumpang dan calon penumpang (yang mau turun dengan mereka yang mau naik). Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku tersebut. Meski sebenarnya pertengkaran mulut hal yang biasa bagi orang Mesir (bukan orang Mesir nama-nya kalo tidak bisa tengkar mulut).

Ku arahkan pandanganku ke dalam bus. Beberapa kursi yang sudah ditinggalkan oleh penumpang terlihat kosong. Aku kemudian mendekat ke arah bus dari samping, mencoba mencari jalan alternatif untuk naik ke bus plus dapat tempat duduk (lumayan nggak capek sampai asyir). Sambil terus berpikir, dua orang pemuda yang kebetulan duduk di dekat jendela mengulurkan tangannya ke padaku. Aku berpikir mungkin dia hanya ingin jabat tangan atau minta tanda tangan (biasa artis ecek-ecek yang di mintai tanda tangan dari fans-nya), aku pun mendekat, mengulurkan tanganku. Ketika dia menyentuh-nya ternyata malah menarik tanganku. Aku yang tidak menyangka tanganku akan ditarik malah menarik balik tangannya dan melepaskannya. Ternyata dia ingin menarikku ke dalam bus lewat jendela.

Bus kembali berjalan pelan, sedangkan penumpang dari depan dan belakang masih berjuang berebut naik (penumpang yang mau turun dah habis). Kalo aku nggak naik sekarang berarti aku harus nunggu sejam lagi atau malah lebih, dan belum tentu dapat tempat duduk” ucapku dalam hati.
Aku kembali mendekat ke jendela tadi tempat kedua pemuda itu duduk. Sekarang justru aku yang mengulurkan tanganku minta bantuan untuk naik ke bus lewat jendela. Dianya ternyata tersenyum dan, ah dia menjulurkan tangan-nya. Kugapai tangannya dan mencoba berpegang kuat. Dia menarikku ke atas, sedangkan jendela sudah dari tadi terbuka lebar. Ini nih suatu pemandangan yang jarang ditemukan oleh orang-orang, terutama mahasiswa yah naik bus lewat jendela (terobosan baru jack).

Perjuangan membuah-kan hasih, aku berhasil masuk ke dalam bus dan tentu saja dapat tempat duduk. Sedangkan yang lain? Ha ha ha yang lain masih berjuang naik. Kondekturnya berteriak menyuruh penumpang untuk mengisi beberapa bangku yang masih kosong, dan menyuruh yang berdiri untuk sedikit bergerak dan memberi tempat sehingga jumlah penumpang bisa terus ditambah (ini prinsip kondektur Mesir, isi terus pantang penuh) he he he

Bus bergerak sedikit lebih cepat meninggalkan mereka yang belum sempat naik (nunggu sejam lagi brother). Alhamdulillah aku berhasil naik hem, dan tentunya dapat tempat duduk. Ku ucapkan terimakasih kepada pemuda mesir yang duduk di belakangku (sang dewa penolongku). Ah ternyata emang nikmat duduk, santai dalam bus. Nggak ada beban bakalan dicopet, atau kecapean berdiri. Pokoknya enjoy dah..!. tapi tiba-tiba...?, kemana Ilham? Anjrit... dia ternyata tidak naik, ah... temanku ketinggalan. Eh.. anjrit lagi... uang buat bayar bus ada sama dia, nah saya bayarnya pake apa dong?. Aku berpikir kemudian berbalik ke belakang tempat ke dua pemuda Mesir itu berdiri, bang tolong bayarin dong. Eh.. dianya malah senyum kecut. “sorry de’ saya juga nggak ada uang” jawabnya membuatku nyengir. APES...!!!

0 Komentar: